Seusai saya menonton film ini, yang pertama saya tanyakan adalah: “Bagaimana mungkin artis seberbakat Andy Garcia dan Alfred Molina merendahkan diri mereka untuk bermain dalam film setidak-bermutu ini?”. Sebelum saya mengatakan apapun lebih lanjut, saya akan membacakan keputusan saya tentang film ini: The Pink Panther 2 adalah kandidat film terburuk tahun 2009 lalu bersaing dengan Dragonball: Evolution dan Street Fighter: The Legend of Chun-Li.
Setelah film pertamanya sukses (walaupun secara kualitas sudah sangat buruk) Steve Martin kembali sebagai Inspektur tolol Clouseau untuk menginvestigasi hilangnya permata The Pink Panther. Tapi kali ini Clouseau tidak bekerja sendirian! Seorang pencuri terkenal bernama The Tornado sudah berkeliling ke berbagai negara mencuri artifak terkenal negara-negara tersebut. Kali ini Clouseau bekerja sama dengan detektif dari Jepang, Inggris, dan Italia untuk memecahkan misteri ini. Seperti yang bisa diduga, Clouseau masih saja setolol dirinya dulu dari film pertama.
Yang membuat saya tersinggung dalam film ini adalah humornya. Saya bisa menerima berbagai jenis humor selain humor yang berbau SARA. Herannya, The Pink Panther 2 berulang kali mengabuse humor bertipe ini. Salah satu contohnya adalah Clouseau yang seenak perutnya memanggil detektif dari Jepang sebagai “manusia kecil dari timur”. Itu sangat - sangat tidak lucu dan menyinggung perasaan. Contoh lain adalah ketika Clouseau dengan seenaknya memakai pakaian Paus, menduduki topi Paus, dan melompat-lompat ala Paus di balkon Vatikan. Saya tahu ini film komedi, tetapi tetap ada garis batas yang tidak boleh dilanggar dalam komedi. Bagi saya , humor semacam ini tidak membuat saya merasa lucu - tetapi merasa gerah.
Dan karena kita tidak simpatik dengan Clouseau, sulit untuk mendukungnya walau ia berposisikan sebagai underdog sepanjang film. Inilah yang membuat The Pink Panther 2 kian kehilangan pesonanya (atau bisa jadi satu-satunya daya tariknya). Bandingkan dengan serial Chuck misalnya. Chuck memang bloon dan tolol, dia juga tidak bisa bela diri, tetapi dalam setiap episode ia selalu berusaha melakukan apa yang ia bisa - dan terkadang ia bisa membantu teman-temannya dengan cara uniknya sendiri. Ini membuat kita selama menonton Chuck selalu mendukung si underdog. Perasaan tersebut tidak muncul selama saya menonton film ini. Yang ada justru: kapan Clouseau mendapat ganjaran untuk ulah-ulahnya? Walaupun akhir film seperti biasa selalu menunjukkan keberpihakan pada sang tokoh utama toh saya (dan saya rasa kebanyakan penonton) sudah keburu antipati dengan ulahnya.
Tidak ada yang istimewa dari permainan para artis dalam film ini. Selain Steve Martin yang diberi kesempatan berakting semaksimal mungkin (untuk membuat kita jengkel), karakter lain praktis hanya dijadikan bahan ledekan atau karakter tolol. Sakit kepala saya melihat artis kaliber macam Jean Reno, Andy Garcia, sampai Alfred Molina disuruh berlarian ke sana-sini, tertawa bagai badut bodoh dan terpeleset jatuh ala penjahat di film Home Alone. Aduh duh duh… Kini saya mengerti kenapa Beyonce menolak bermain lagi di film ini setelah membaca skenarionya.
Jauhi film ini. Humor yang kasar, cerita yang tolol, akting yang lemah membuat film ini gagal total ketika dirilis di Box Office Amerika Februari tahun 2009 lalu - dan saya sungguh-sungguh berharap tidak ada film ketiga yang dirilis untuk menggenapi trilogi The Pink Crap ini. lagipula penyelesaian masalah di film ini terkesan terlalu terburu-buru dan terlalu simple. Beda jauh dari Pink Panther 1. (Vina)




No comments:
Post a Comment